Saturday, October 6, 2012

7 Tantangan Jokowi di Jakarta

Monumen Nasional (Monas), salah satu ikon kota Jakarta.
Jakarta - Jika penghitungan suara KPUD DKI sama dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, maka Jokowi dan Ahok yang akan memimpin Jakarta dalam 5 tahun ke depan. Nah, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi Jokowi dan Ahok. Apa saja?

detikcom mencatat setidaknya ada 7 tantangan yang sudah menanti di meja kerja Pak Gubernur. Warga Jakarta tentu berharap masalah-masalah kompleks Jakarta yang menjadi tantangan pemimpin Ibukota bisa segera diselesaikan.

Nah, berikut ini 7 tantangan Jokowi dan Ahok di Jakarta.

1. Kemacetan Lalu Lintas 

Kemacetan merupakan masalah yang dihadapi sepanjang hari di Jakarta.
"Maaf saya telat, macet sih di jalan." Alasan seperti itu mungkin relevan jika diucapkan 10 tahun lalu. Tapi untuk saat ini, alasan terlambat karena macet sudah menjadi ironi di Jakarta. Setiap perjalanan di Jakarta sudah harus memperhitungkan waktu kemacetan untuk sampai di tujuan.

Untuk mengatasi kemacetan, saat ini sedang dibangun jalan layang non tol ruas Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang. Ada juga pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) yang konon sudah bisa beroperasi pada tahun 2016.

Apakah proyek-proyek itu bisa mengurai kemacetan akibat jumlah kendaraan yang semakin bertambah? Kita tunggu saja kiprah Gubernur DKI 2012-2017 untuk mengatasinya.

2. Banjir dan Genangan 

Jakarta merupakan daerah langganan banjir di setiap musim penghujan.

Banjir dan genangan tetap menjadi momok utama di Jakarta saat musim penghujan tiba. Selain membanjiri rumah warga, volume air yang tak tertampung saluran pembuangan akhirnya menggenangi jalan. Akibatnya macet parah di sejumlah ruas jalan Ibukota.


Daerah Jakarta yang rawan terkena limpahan air antara lain Pondok Labu, Jakarta Selatan. Karena Pondok Labu yang tanahnya lebih rendah seperti cekungan membuat air di Kali Krukut yang melimpah akhirnya membanjiri kawasan tersebut.

30 Oktober 2011 lalu, 239 kepala keluarga (KK) dievakuasi akibat banjir yang melanda perumahan warga di Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Banjir yang melanda kawasan itu cukup tinggi, hingga mencapai 2 meter.

Pada 4 April lalu, sejumlah daerah di Jakarta kembali dilanda banjir. Banjir paling parah di kawasan Jakarta Barat, di mana sebanyak 1.980 warga mengungsi ke tempat yang aman.

Sebenarnya, sejak dulu hingga saat ini Pemprov DKI telah melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi banjir. Misalnya dengan membangun Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat (BKB), dan usaha pengendalian lainnya. Namun banjir masih saja nekat menyambangi Jakarta.

Menurut Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Ubaidillah, banjir di wilayah Ibukota tak harus terjadi mengingat sedikitnya ada 48 situ atau danau yang dimiliki Jakarta. Sayangnya tidak semua kali yang ada dalam kondisi normal. Selain itu kanal yang ada juga masih belum terintegrasi.

3. Tata Ruang Kota 

Tata Ruang Jakarta yang kian hari kian sempit
Ketersediaan ruang publik di Jakarta masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan banyaknya ruang komersil. Selain itu ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta pun masih sangat sedikit karena baru terpenuhi 9,8 persen. Padahal dalam UU No 2/2007 tentang Penataan Ruang, setiap wilayah harus memiliki 30 persen ruang terbuka hijau.

Tata ruang kota yang baik sangat penting bagi sebuah kota. Sebab tata kota yang baik juga berkaitan dengan upaya pengendalian banjir. Karena bagaimana pun, pembangunan gedung, pemukiman, dan sebagainya harus memperhatikan adanya daerah resapan air. Maka itu, kawasan RTH yang diubah peruntukannya akan secara langsung berdampak bagi kawasan lain.

Menurut Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012, Fauzi Bowo, untuk membuka ruang terbuka hijau di Jakarta dengan besaran 1 persen saja, dibutuhkan lahan sebesar 6 kali luas Monas. Inilah yang membuat penyediaan ruang terbuka hijau di Jakarta sulit diwujudkan jika dibanding daerah lain.

4. Ketersediaan Air Bersih 
Sumber air bersih merupakan salah satu barang mewah di Jakarta
Air bersih tentu menjadi kebutuhan yang penting bagi masyarakat, tak terkecuali warga Ibukota. Apa jadinya jika masyarakat kesulitan saat akan mencari air untuk minum, makan, maupun mandi. Kekurangan air bersih di Jakarta bahkan belum lama terjadi pada awal September lalu.

Musim kemarau yang melanda Jakarta dan sekitarnya membuat pasokan air ke instalasi pengolahan, terganggu. Warga yang kehabisan air pun terpaksa membeli air pada pedagang keliling.

Yang mengkhawatirkan, Ketua Umum Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, beberapa waktu lalu memperkirakan pada 2025 Jakarta akan mengalami defisit 23.720 liter per detik. Pemerintah pun diminta segera mencari sumber-sumber air baru di Jakarta karena ketersediaan air saat ini hanya mampu memasok 2,2 persen dari kebutuhan air bersih warganya.

Beberapa waktu lalu Gubernur DKI 2007-2012, Fauzi Bowo, mengakui ketersediaan air bersih di Jakarta sangatlah terbatas. Sebab sumber air di Jakarta saat ini hanya berasal dari Jatiluhur. Penjernihan air Jatiluhur pun dilakukan agar kebutuhan air bersih warga Jakarta dapat dipenuhi.

5. Polusi Udara 

Gas buang kenderaan merupakan sumber polusi utama di Jakarta.

Banyaknya kendaraan di Jakarta adalah menjadi penyebab meningkatnya polusi udara Ibukota. Partikel debu yang meningkat merupakan indikasi meningkatnya polusi udara.


Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menyebut peningkatan partikel debu terjadi setiap Selasa dan Rabu. Hal ini dikarenakan penggunaan kendaraan sangatlah tinggi. Apalagi bila kendaraan bermotor tersebut kurang perawatan.

Yang mengerikan, Jakarta adalah kota ketiga di dunia yang menyumbang polusi udara terbanyak. Dua kota di atas Jakarta adalah Meksiko dan Bangkok. Sektor transportasi menyumbang 70 persen dari total emisi pencemaran oksida mitrogen (NOx). Sedangkan sektor industri menyumbang 70 persen dari total emisi pencemaran sulfur dioksida (SO2).

6. Kemiskinan 

Kemiskinan yang kian mendera sebagian besar warga Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut persentase penduduk miskin di DKI Jakarta berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2012 adalah 3,69 persen.


Dengan angka 3,69 persen maka penduduk miskin di DKI Jakarta pada Maret 2012 adalah 363.020 orang. Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 363.042 orang atau 3,75 persen, maka jumlah penduduk miskin menurun. Meski demikian, kemiskinan di Jakarta tetap harus menjadi perhatian bagi pemimpin Jakarta.

7. Keamanan

Ilustrasi : Perampokan minimarket di Jakarta

Jakarta aman tentunya menjadi impian warga Ibukota. Jakarta tanpa ancaman pemerkosaan, perampokan, tawuran warga, atau masalah terkait premanisme. Di pundak gubernur DKI yang baru, harapan ini digantungkan.

Masih melekat di ingatan kita sejumlah kasus pemerkosaan di dalam angkutan kota. Misalnya saja pemerkosaan yang dialami perempuan 27 tahun di angkot D02 jurusan Ciputat-Pondok Labu.

Pada pertengahan 2012, perampokan dan percobaan pemerkosaan dalam angkot C01 jurusan Ciledug-Kebayoran Lama juga pernah terjadi. Peristiwa itu nyaris saja dialami seorang karyawati berusia 30 tahun. Untungnya teriakan perempuan itu didengar seorang pengendara sepeda motor yang melintas. Kebetulan pula pengendara sepeda motor itu adalah Sersan Dua Nicholas Sandi, anggota Satuan 81 Kopassus Antiteror. Upaya pemerkosaan itu pun digagalkan.

Aksi premanisme pun kerap terjadi. Pada operasi preman yang digelar Maret lalu oleh Polda metro Jaya, 2.179 orang preman terjaring. Di saat yang sama, sejumlah polda juga menggelar operasi serupa. Jumlah preman yang terjaring di wilayah lain jauh lebih kecil. Misalnya saja 272 orang di Lampung, 150 orang di Jawa Timur dan 102 orang di Jawa Tengah.

Tak hanya itu sejumlah kasus perampokan rumah maupun minimarket pun masih menghantui warga Jakarta. Misalnya perampokan pada April lalu yang menimpa  Indomaret yang terletak di Jl Moh Kahfi, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dalam aksinya para perampok semoat menodongkan senjata api dan golok ke pegawai toko sebekum menjarah uang dan isi minimarket.

No comments:

Post a Comment